Gadis kecil
itu meringkuk. Mengambil sepotong bongkahan dari tanah. Mengajak bicara
bongkahan itu di sepanjang jalan menuju rumah. Di tengah nafas kecilnya yang
tersenggal senggal,dia terus berbisik. Senyum jelas terlihat dari matanya.
Rambut hitamnya berkibar diantara jalanan,pohon,asap tengah kota,dan tugu muda.
Dibukanya
pintu rumah dengan cepat. Seakan lupa pintu kayu itu cukup lapuk dan mudah
kaget oleh gerakan tiba tiba yang keras. Masuk ke dalam kamar. Dengan masih
mendekap bongkahan itu.
“kamu sudah
sampai rumah”
“kita
selamat”
Wajahnya
riang sekali.
Bongkahan
itu diletakkan di dalam lemari baju. Di bawah tumpukan beberapa bajunya.
Gadis ini
tidak sadar akan kehadiran ibunya -yang kaget akan pintu yang dibuka keras-
yang masih memegang centong di tangan. Ibu mengintip ngintip di dekat pintu.
Penasaran. Khawatir. Tindak tanduk anaknya mencurigakan sekali. Apa dia mencuri
?
“saaaariiii...saaariiii”
“sariiii..main
yuk..”
Suara anak
anak tiba tiba ramai memanggil namanya. Mengajaknya bermain pasaran seperti
biasa.
Begitu sari,
si gadis kecil itu keluar rumah untuk bermain. Ibunya masuk ke dalam kamar,
membuka lemari reyot itu.
Di bawah
tumpukan baju, sebuah bongkahan ditemukan.
Bongkahan
apa ini?
Seperti
cuilan tembok.
Ibuny tidak
mengerti sama sekali sampai sebuah kertas jatuh seiring ibu merapikan letak
baju baju sari.
Hanya
sobekan kecil. Dengan tulisannya yang berantakan.
--- tiang
pasar bulu hancur. Untung sari sempet selamatin kamu. Walaupun nanti kata bapak
ada tiang kaya kamu. Tapi kan bukan kamu. Maaf pernah coret coret kamu waktu
nemenin bapak jual ikan. Sari gak ngulang lagi deh janji. Nanti dirobohin lagi.
sari bakal jagain ---
Ibu masih
berdiri dengan menggegam kertas itu. Anak anak benar2 tahu,sesuatu yang kadang
orang dewasa lupa.
Pasar bulu
bukanlah bangunan. Pasar bulu itu cerita. Bercerita banyak bagi ibu,bapak,sari
dan juga penjual yang lain. Dan masyarakat di sekitarnya. Dan juga orang
semarang.
Ibu jadi
teringat semua seluk beluk pasar bulu. Seperti ada pemutar video,kenangan itu seperti
terulang. Semenjak ibu kecil pasar itu sudah menjadi rumah kedua. Sekolah lalu
main kesana. Membantu kakek berjualan. Lalu bertemu bapak. Dan lahirlah sari.
Pasar dekat sekali.
Ibu
sebenarnya sedih begitu melihatnya hancur. Walaupun katanya akan dibangun yang
lebih besar dan modern. Bahkan ada eskalator katanya.
Tapi..kenangan
tinggal kenangan. Saksi bisu telah hancur dibawah godam dan alat berat. Ibu
menangis. Buru buru menghapusnya dengan lengan kausnya. Menempatkan bongkahan
bersama surat kecil itu di lemari. Kembali ke pawon. Ah sudahlah
Toh ibu dan
sari tidak bisa berbuat apa apa demi pasar bulu. Kami hanya bisa menangis atau
marah dalam diam.
0 komentar:
Posting Komentar