dongeng

  • 08.04
  • 0 komentar

Gadis kecil itu meringkuk. Mengambil sepotong bongkahan dari tanah. Mengajak bicara bongkahan itu di sepanjang jalan menuju rumah. Di tengah nafas kecilnya yang tersenggal senggal,dia terus berbisik. Senyum jelas terlihat dari matanya. Rambut hitamnya berkibar diantara jalanan,pohon,asap tengah kota,dan tugu muda.

Dibukanya pintu rumah dengan cepat. Seakan lupa pintu kayu itu cukup lapuk dan mudah kaget oleh gerakan tiba tiba yang keras. Masuk ke dalam kamar. Dengan masih mendekap bongkahan itu.

“kamu sudah sampai rumah”
“kita selamat”
Wajahnya riang sekali.
Bongkahan itu diletakkan di dalam lemari baju. Di bawah tumpukan beberapa bajunya.

Gadis ini tidak sadar akan kehadiran ibunya -yang kaget akan pintu yang dibuka keras- yang masih memegang centong di tangan. Ibu mengintip ngintip di dekat pintu. Penasaran. Khawatir. Tindak tanduk anaknya mencurigakan sekali. Apa dia mencuri ?
“saaaariiii...saaariiii”
“sariiii..main yuk..”
Suara anak anak tiba tiba ramai memanggil namanya. Mengajaknya bermain pasaran seperti biasa.

Begitu sari, si gadis kecil itu keluar rumah untuk bermain. Ibunya masuk ke dalam kamar, membuka lemari reyot itu.
Di bawah tumpukan baju, sebuah bongkahan ditemukan.
Bongkahan apa ini?
Seperti cuilan tembok.
Ibuny tidak mengerti sama sekali sampai sebuah kertas jatuh seiring ibu merapikan letak baju baju sari.
Hanya sobekan kecil. Dengan tulisannya yang berantakan.

--- tiang pasar bulu hancur. Untung sari sempet selamatin kamu. Walaupun nanti kata bapak ada tiang kaya kamu. Tapi kan bukan kamu. Maaf pernah coret coret kamu waktu nemenin bapak jual ikan. Sari gak ngulang lagi deh janji. Nanti dirobohin lagi. sari bakal jagain ---

Ibu masih berdiri dengan menggegam kertas itu. Anak anak benar2 tahu,sesuatu yang kadang orang dewasa lupa.

Pasar bulu bukanlah bangunan. Pasar bulu itu cerita. Bercerita banyak bagi ibu,bapak,sari dan juga penjual yang lain. Dan masyarakat di sekitarnya. Dan juga orang semarang.
Ibu jadi teringat semua seluk beluk pasar bulu. Seperti ada pemutar video,kenangan itu seperti terulang. Semenjak ibu kecil pasar itu sudah menjadi rumah kedua. Sekolah lalu main kesana. Membantu kakek berjualan. Lalu bertemu bapak. Dan lahirlah sari. Pasar dekat sekali.
Ibu sebenarnya sedih begitu melihatnya hancur. Walaupun katanya akan dibangun yang lebih besar dan modern. Bahkan ada eskalator katanya.

Tapi..kenangan tinggal kenangan. Saksi bisu telah hancur dibawah godam dan alat berat. Ibu menangis. Buru buru menghapusnya dengan lengan kausnya. Menempatkan bongkahan bersama surat kecil itu di lemari. Kembali ke pawon. Ah sudahlah
Toh ibu dan sari tidak bisa berbuat apa apa demi pasar bulu. Kami hanya bisa menangis atau marah dalam diam.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2010 ifasyarifah here, All Rights Reserved. Design by DZignine